Monday, October 5, 2009

ARAH BARU DISTAMBEN PROVINSI KALSEL

Saat ini merupakan saat yang tepat untuk merubah fokus urusan (core business) Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalsel yang semula pertambangan oriented menjadi berorientasi energi, lingkungan, dan kesejahteraan. Tulisan ini adalah pendapat penulis mengenai bagaimana reposisi distamben provinsi Kalsel terutama setelah diundangkannya UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan untuk mengantisipasi kondisi dan situasi masa mendatang. Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili pendapat ataupun kebijakan (policy) apapun dari distamben Kalsel dimana penulis bekerja.
Dengan telah diundangkannya UU Minerba Tahun 2009, dinas pertambangan provinsi Kalsel perlu melakukan reposisi fungsi dan perannya di bidang pertambangan dan energi. Menurut pasal 7 UU Minerba, di bidang pertambangan, kewenangan distamben provinsi (mewakili pemprov) adalah mengurusi pertambangan pada wilayah lintas kabupaten/kota atau wilayah laut antara 4-12 mil. Pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat, Pemprov dan Pemkab dalam UU Minerba ini mengikuti semangat otonomi yang berbasis di kabupaten. Sesuai kaidah otonomi, kewenangan mengurus sumberdaya alam, termasuk mineral dan batubara, telah diserahkan kepada kabupaten. Konsekwensinya, seluruh perijinan pertambangan dalam satu wilayah kabupaten sepenuhnya berada di tangan bupati. Selanjutnya, sangat logis jika yang melakukan pengawasan juga berada di tangan pemkab pemberi ijin dan bukan provinsi atau pemerintah pusat.
Memang sah-sah saja seperti saat ini dimana distamben provinsi, juga melakukan pembinaan dan pengawasan pertambangan terhadap KP-KP, namun tentu hal ini kontra-produktif dengan aktivitas usaha pertambangan, karena tidak efisiennya karena adanya tumpang-tindih upaya pembinaan dan pengawasan pertambangan. Bisa dibayangkan tidak efisiennya (dari sisi anggaran pemerintahan dan bisnis) jika semua dinas yang terkait dengan pertambangan (kehutanan, perkebunan, Badan LH dll) baik level pemkab maupun pemprov melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap usaha pertambangan. Peran dinas-dinas di level pemprov adalah pada pembinaan dan pengawasan kegiatan pertambangan yang berpotensi memicu kerusakan lingkungan lintas kabupaten. Fungsi pembinaan dan pengawasan dapat juga dilaksanakan secara tidak langsung ke perusahaan, yaitu dengan program pembinaan teknis kepada aparat dinas di pemkab.
ARAH BARU
Sebenarnya, beberapa dinas pertambangan dan energi provinsi di Indonesia telah menanggalkan kata “pertambangan” dan merubahnya menjadi dinas energi sumberdaya mineral (Dinas ESDM) mengikuti perubahan nama yang berlaku di pemerintah pusat (Departemen ESDM) pasca otonomi. Selain membawa konsekwensi yakni direlakannya peran pembinaan dan pengawasan pertambangan ke tangan pemkab, seharusnya distamben provinsi mulai merubah orientasi yaitu ke sektor energi, lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pada sektor energi, fokus kebijakan ke depan adalah bagaimana mewujudkan Kalsel yang tidak hanya mandiri energi namun menjadi lumbung energi. Menjadi lumbung energi saja tentu sangat kurang afdhol jika tidak disertai dengan mulusnya konversi energi ini menjadi listrik. Misalnya ditargetkan rasio elektrifikasi Kalsel harus dapat mencapai 100% dalam 5 tahun ke depan karena Kalsel ingin menjadi provinsi yang maju. Ketersediaan listrik yang cukup sampai ke wilayah terpencil akan berdampak sangat positif di berbagai bidang: ekonomi, sosial, pendidikan dll. Sumber energi yang perlu dilirik tak hanya yang konvensional semacam batubara, migas, dan gas metana batubara (CBM), namun juga surya, biogas, biomassa, mikro hidro. Langkah pertama adalah mengidentifikasi semua jenis energi secara detil dengan informasi penyebarannya, potensinya, kualitasnya dst. Kedua, mengidentifikasi konsumsi energi di masyarakat baik untuk keperluan memasak, transportasi, dan listrik. Ketiga, bisa dibuat neraca energi Kalsel, apakah surplus atau minus.
Di sektor lingkungan, fokusnya adalah minimalisasi dampak lingkungan akibat usaha pertambangan, tentu targetnya harus tinggi yaitu zero irreversible environmental impacts atau tiadanya dampak lingkungan yang sulit atau tidak dapat dipulihkan, contohnya terkait bahaya air asam tambang. Fokus pengawasan terkait perlindungan lingkungan tidak boleh terhenti pada pemeriksaan dokumen kewajiban lingkungan dan kunjungan site yang mungkin hanya satu-dua hari dimana perusahaan bisa jadi telah mempersiapkan diri dengan baik. Namun perlu melangkah lebih jauh, khususnya untuk perusahaan tambang besar, mesti ditekankan untuk memiliki dan mengimplementasikan Environmental Management System (EMS) yang telah disertifikasi sesuai standar ISO14000.
Selanjutnya terkait dengan reposisi dan penguatan peran distamben provinsi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya: pertama, memaksa semua perusahaan pertambangan untuk menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) yang sepadan dengan keuntungan yang diperoleh perusahaan tambang. Jika perusahaan besar namun program CSRnya minim strategi dan dana, tentu perlu di-semprit. Program CSR perusahaan perlu diselaraskan dengan program pembangunan daerah dimana perusahaan tambang berada. Tentu sektor-sektor yang dapat terkover dalam program CSR ini adalah sektor-sektor yang berkelanjutan (sustainable) seperti pertanian, pendidikan, perikanan, dll.
Kedua, meningkatkan dan memperkuat peran bidang geologi, energi, dan listrik dalam struktur organisasi distamben provinsi sebagai semacam research center kecil yang out-putnya adalah teknologi tepat guna yang aplikatif dan bermanfaat bagi masyarakat. Research center ini bisa berkolaborasi dengan universitas untuk hasil yang optimal misalnya Unlam. Contohnya adalah pengembangan teknologi pemrosesan biogas untuk rumah tangga, pengembangan teknologi pemanfaatan briket batubara, briket dari tempurung kelapa dll, penyebarluasan informasi mengenai potensi air tanah dalam yang penting untuk penentuan titik sumur bor dalam sebagai antisipasi terhadap bencana kekeringan, penyebarluasan informasi geologi lingkungan untuk mendukung berbagai kebijakan daerah: penentuan lokasi penimbunan sampah, zonasi daerah rawan bencana, dll. Ketiga, terkait dengan sumur bor dalam, distamben provinsi perlu terus melanjutkan program fisik yaitu pemberian bantuan sumur bor dalam kepada masyarakat yang kesulitan air. Sumur bor dalam relatif tidak terpengaruh musim dan kualitasnya baik sehingga dapat menjadi sumber air bersih sepanjang tahun.