Monday, January 4, 2010

MENCETAK “INSINYUR HIJAU”

Berkesempatan mengajar di Fakultas Teknik sebuah universitas ternama dan tertua di Kalimantan merupakan kesempatan berharga bagi penulis untuk tetap stay connected dengan dunia keilmuan dan budaya akademik kampus yang dinamis. Kehidupan kampus sebagai dosen tamu di Teknik Kimia Unlam ini setidaknya memacu penulis untuk terus “me-refresh dan meng-update” pengetahuan dan terus mengasahnya sehingga tidak perlu tergagap saat diskusi dengan mahasiswa. Namun yang paling mengesankan adalah kesempatan untuk dapat menjadi bagian dalam proses pematangan intelektual mahasiswa melalui berbagai aktifitas seperti forum kajian, presentasi akademik, diskusi, sharing pendapat, maupun debat. Dalam kaitan dengan mata kuliah yang dipegang penulis yaitu pengelolaan lingkungan, penulis ingin menjadi bagian dari proses pencetakan para calon insinyur ini dengan memberikan label “hijau” di belakang “tukang insinyur” sehingga insya allah tercetak “insinyur hijau”. Yang dimaksud insinyur hijau di sini adalah insinyur yang memiliki kepekaan ekologis, mampu mengidentifikasi persoalan-persoalan lingkungan di sekitarnya dan melihatnya secara utuh dalam konteks sosial dan ekonomi, serta dapat memberikan tawaran solusi yang cerdas. Tukang insinyur di masa mendatang tidaklah hanya seorang perekayasa yang hanya ahli di bidangnya namun tercerabut dari konteks sosial ekonomi masyarakatnya. Ia harus juga memiliki kapasitas yang cukup untuk berkomunikasi dengan baik, memiliki moralitas dan integritas tinggi, memiliki kepekaan sosial dan lingkungan hidup yang besar, dan terus-menerus memiliki spirit dan passion untuk memberikan yang terbaik sesuai bidang keilmuannya bagi bangsa ini.

TUKANG INSINYUR
Peran tukang insinyur begitu penting dalam membangkitkan kembali industri manufaktur Indonesia. Problem bangsa ini terkait dengan rekayasa keteknikan adalah menurunnya kinerja ekspor industri manufaktur Indonesia dan terdegradasinya industri manufaktur kita dimana saat ini seperti mengalami kematian dini. Industri manufaktur sangatlah penting dalam menopang ekonomi maupun sosial, karena industri ini selain menghasilkan produk barang juga menyerap tenaga kerja yang besar. Sebagian besar industri unggulan kita sudah mengalami kemunduran bahkan ambruk seperti misalnya tekstil, elektronik, minyak kelapa sawit, bubur kertas, dan besi baja. Bahkan di Kalsel kita melihat ambruknya industri kayu lapis yang tidak hanya berpengaruh di sektor ekonomi namun juga menyimpan problem sosial berupa ribuan pemutusan hubungan kerja. Begitu banyak problem melilit industri manufaktur kita, baik yang terkait dengan birokrasi, minimnya infrastruktur terutama listrik, jalan dan pelabuhan, maupun kemampuan industri itu sendiri. Problem ini diperparah dengan derasnya produk-produk manufaktur dari luar, terutama Cina dan ketidak-pedulian kita untuk memakai produk dalam negeri. Hasilnya? Industri kita makin terpuruk dan ekonomi bangsa ini bergerak karena didorong aktifitas konsumsi masyrakatnya. Sebuah struktur ekonomi yang rapuh.
Kebangkitan industri manufaktur akan memperkuat struktur ekonomi kita karena melalui industri ini kita dapat memperoleh rentetan efek berganda yang signifikan: tumbuhnya kegiatan-kegiatan sektor hulu yang menyediakan bahan baku industri, terserapnya jutaan tenaga kerja, bergulirnya roda ekonomi lokal, dan dampak positif lainnya. Sayangnya, pengusaha dan investor seperti harus berjuang sendiri untuk sekedar survive dari gempuran persaingan dengan produk industri manufaktur dari luar negeri yang bisa jadi menikmati berbagai fasilitas dan kemudahan dari negaranya. Saat ini kita mengalami krisis listrik yang berimbas besar terhadap kinerja industri dan menyulitkan usaha ekspansi industri. Selain itu, jaringan infrastruktur jalan yang rusak menyulitkan distribusi produk barang dan meningkatkan biaya ekonomi. Prosedur birokrasi yang berbelit menciptakan “bottle neck” ekonomi yang menghambat arus barang. Mudah-mudahan semua hal tersebut dapat segera dipecahkan agar kita tidak kalah start dengan negara lain, karena momentum menggeliatnya perekonomian dunia sudah di depan mata. Indonesia yang masih mengalami pertumbuhan ekonomi positif di kisaran 4% kala ekonomi di banyak negara lain tumbuh negatif tentu harus menjaga pertumbuhan ekonomi tersebut menjadi 6-7% dengan membangkitkan kembali industri kita, terutama untuk mengolah produk-produk unggulan. Jika kebangkitan industri kita ditambah dengan kesadaran masyarakat untuk membeli produk dalam negeri, maka Indonesia pasti bisa menjadi bangsa dengan ekonomi kuat, menjadi “macan ekonomi” di kawasan Asia. Saat ini potensi pasar Indonesia dengan 200 juta lebih penduduk hanyalah sekedar menjadi obyek serbuan produk-produk asing, dan bukan pangsa pasar produk domestik.
Yang menyedihkan adalah, bangsa ini gemar mengekspor bahan mentah ke luar negeri, dan mengimpor produk-produk olahan dari bahan mentah yang kita ekspor. Betapa kita merasakan sumberdaya alam yang kita miliki semakin cepat habis dengan dibarengi rusaknya lingkungan sementara kesejahteraan tidak kunjung dapat dicapai. Batubara kita intensif ditambang namun ketersediaan listrik nasional, regional dan lokal masih defisit. Kayu-kayu dari hutan kita sudah musnah ditebang namun masyarakat yang memiliki hutan turun-temurun masih saja terbelit kemiskinan. Dalam konteks ini para tukang insinyur khususnya alumni FT Unlam diharapkan menjadi pionir kebangkitan industri manufaktur Indonesia, khususnya Kalsel.

INSINYUR HIJAU
Saat ini para insinyur dituntut tidak hanya mampu berkiprah sesuai spesialisasinya (kimia, arsitektur, sipil, tambang, mesin, elektro dst), namun harus juga mampu melakukan proteksi lingkungan hidup dalam setiap kegiatan perekayasaan (engineering). Misalnya, seorang insinyur kimia selain mampu mendesain pabrik kimia dengan kapasitas tertentu seharusnya juga mulai mencoba mendesain dan menerapkan proses produksi yang berkategori “produksi bersih (cleaner production)”: misalnya hanya meghasilkan sedikit emisi udara, sedikit limbah dan lebih efisien. Seorang insinyur arsitektur dan sipil dapat menyumbangkan buah pikirnya misalnya dalam mendesain “sustainable city” untuk Banjarbaru dan Banjarmasin: jaringan jalan yang memungkinkan angkutan publik dapat berkembang, tata kota yang hijau dan memungkinkan warganya menyukai jalan kaki dan bersepeda dst. Dalam lingkup kecil mungkin bisa mendesain perumahan yang sustainable: memiliki ruang terbuka hijau cukup, terdapat pengelolaan sampah mandiri berbasis masyarakat, terdapat pengelolaan limbah cair rumah tangga, rumah didesain untuk irit penerangan, mengembangkan teknologi pendingin alami dst.
Para insinyur tambang dapat mulai menggagas praktek pertambangan yang benar khususnya untuk kelas Kuasa Pertambangan (KP) yang jumlahnya ratusan di Kalsel. Kalau perlu ikatan alumninya memberikan advise kepada para bupati agar tidak mengobral memberikan ijin KP. Jika seorang insinyur memberikan advise ke Bupati, sangat boleh jadi tidak akan didengar, tapi jika seluruh insinyur se-Kalsel bersuara sama? Pastinya Bupati akan mendengarnya meskipun mungkin dengan terpaksa. Ingat fenomena dahsyatnya uang receh dalam kasus Prita vs RS Omni! Untuk para insinyur mesin dan elektro, negara membutuhkan anda untuk menyumbangkan buah pikir dalam mengatasi krisis listrik. Liriklah potensi energi kita yang selama ini dinafikan: energi surya, mikrohidro, biogas.
Dengan pola pikir hijau, para insinyur dapat menyumbangkan banyak hal kepada masyarakat. Masyarakat begitu menunggu kiprah nyata para insinyur kita. Namun sebelum itu, mohon bersabar karena saat ini mereka para mahasiswa FT Unlam masih digodok untuk menjadi calon-calon insinyur hijau masa depan. Namun, sebagai latihan, khususnya untuk mahasiswa penulis, mereka telah melakukan penelitian lingkungan atas fenomena-fenomena yang terjadi di sekitar kita: pencemaran kualitas air sungai, banjir, pencemaran udara, dampak aktifitas pertambangan dll dan kemudian mempresentasikan hasil penelitiannya di hadapan mahasiswa lain. Satu hal yang membanggakan adalah keseriusan untuk mendapatkan jawaban atas berbagai persoalan lingkungan yang terjadi di sekitar mereka. Hal ini dibuktikan dengan kerelaan meluangkan waktu ke berbagai instansi pemerintahan untuk berburu data sekunder, melakukan observasi langsung di lokasi penelitian bahkan sampai perlu merogoh kantong secara swadaya untuk biaya analisa sampel. Tentu, hasil penelitian sederhana ini tidak akan hanya disimpan sebagai file penulis sebagai dosennya, namun akan diteruskan kepada pemko/pemkab/instansi terkait. Soal apakah nanti diterima atau tidak, ditindak-lanjuti atau tidak, bukanlah soal, karena yang akan dikatakan para mahasiswa ini adalah: “Ini dari kami, para calon insinyur hijau masa depan, untuk negeri”.

Didik Triwibowo, M.Env.Man
Dosen Pengelolaan Lingkungan T.Kimia Unlam
Email: didik.triwibowo@uqconnect.edu.au

No comments: