Wednesday, July 29, 2009

ASAP, KEKERINGAN DAN KEMISKINAN

Kebakaran hutan dan asap hampir telah menjadi siklus tahunan yang harus ”dinikmati” Indonesia dan bahkan negara tetangga. Ekspor asap Indonesia ke Singapura bahkan memunculkan protes keras negeri itu hingga dibawa ke Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Tentu saja protes ini juga ditanggapi balik dengan keras juga oleh Indonesia karena protes tersebut mempermalukan nama Indonesia yang secara eksplisit dianggap tidak becus menangani asap. Protes balik Indonesia semakin seru karena Indonesia menganggap yang membakar hutan-hutan di Sumatera merupakan cukong-cukong asal negeri singa tersebut. Bahkan Singapura dituding menjadi tempat pelarian yang aman bagi penjahat-penjahat lingkungan yang salah satunya “memakan” hijaunya hutan di Indonesia baik melalui illegal logging maupun perluasan areal perkebunan dengan cara membakar lahan. Asap selain merugikan kesehatan dan ekonomi, ternyata memiliki nilai politis tinggi di tingkat regional.
Memang Indonesia pantas marah, namun juga tidak usah terlalu boros energi dalam membela diri, karena memang faktanya kita selalu saja tidak berdaya menghadapi produksi asap dari kebakaran hutan, tiap tahun. Selalu faktor alam yang dijadikan kambing hitam terbakarnya hutan dan munculnya asap, namun lucunya faktor alam juga-lah (hujan) yang diharapkan untuk memadamkan kebakaran hutan dan menghentikan produksi asap. Padahal, karakteristik alam dan proses-prosesnya dapat dipelajari, musim kemarau dan penghujan sudah sangat tepat diperkirakan datangnya, namun mengapa selalu tidak siap?
Datangnya pesawat amfibi Rusia yang disewa Pemerintah Indonesia untuk memadamkan kebakaran hutan bisa dipandang dari dua sisi. Pertama, mungkin pemerintah malu disebut tidak becus menangani asap oleh negara tetangga atau memang pemerintah benar-benar berkomitmen kuat memerangi asap. Pandangan pertama seakan mendapat pembenaran karena pemerintah baru kalang kabut setelah negara tetangga protes, padahal sebelumnya tenang-tenang saja meskipun rakyatnya sudah “sesak nafas” karena asap. Lebih parah lagi, proses pemadaman dengan pesawat sewaan ini baru dilaksanakan di saat mulai memasuki musim hujan. Kenapa tidak dari awal?
Tentu saja, menyewa pesawat pemadam saja tidak cukup untuk mengatasi permasalahan asap ini secara menyeluruh. Persoalan asap tidak hanya berhenti pada padamnya api saja, namun juga terkait dengan tidak tegaknya hukum dalam usaha menyeret penjahat-penjahat lingkungan ke muka pengadilan. Mereka yang membabat hutan secara rakus dan menjadikannya lahan alang-alang yang mudah terbakar atau mereka yang membakar lahan untuk perkebunan dengan alasan efisiensi, tidak pernah diseret ke muka pengadilan apalagi dihukum berat.
Rentetan bencana yang melanda negara ini, khususnya Kalimantan, ternyata tidak melulu faktor alam yang menjadi penyebabnya. Banyak bencana yang justru semakin meningkat intensitas maupun sebarannya karena adanya intervensi (baca : perusakan) alam oleh manusia. Ambil contoh bencana yang terjadi di Kalsel yang berkaitan dengan hidrologi, yaitu banjir pertengahan tahun ini, pendangkalan muara Sungai Barito, kekeringan dan kesulitan air bersih. Semua bencana di atas sebenarnya disebabkan adanya ketimpangan dalam siklus hidrologi. Siklus ini merupakan rangkaian proses perjalanan air mulai daratan menuju laut kemudian ke atmosfer melalui evaporasi dan akhirnya kembali lagi ke daratan sebagai hujan. Sebagian air hujan akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi) dan sebagian lagi akan mengalir di permukaan (run off) menuju daerah yang lebih rendah melalui sungai. Jika terjadi perubahan fungsi lahan seperti misalnya dari hutan lebat menjadi padang alang-alang, maka saat terjadi hujan yang akan terjadi adalah jumlah run off menjadi jauh lebih besar dibandingkan infiltrasi. Akibatnya permukaan sungai akan meluap, terjadilah banjir.
Sementara, saat memasuki musim kemarau, air hujan yang tersimpan melalui proses infiltrasi tidak terlalu banyak, sehingga suplai air ke sungai-sungai menjadi sangat kecil, akibatnya debit air sungai berkurang drastis. Sungai yang memiliki perbedaan debit yang sangat kontras antara musim penghujan dan kemarau menunjukkan bahwa telah Daerah Aliran Sungai (DAS) nya telah kritis atau rusak. Fenomena pendangkalan di muara Sungai Barito sebenarnya merupakan pertanda tidak sehatnya DAS Sungai Barito karena menunjukkan tingkat erosi yang tinggi di bagian hulunya. Rusaknya DAS bisa disebabkan banyak faktor, namun utamanya adalah faktor manusia yang mengekspolitasi sumberdaya di dalam wilayah DAS, baik sektor kehutanan, pertambangan maupun pertanian dan perkebunan.
Dampak kekeringan terparah adalah semakin sulitnya masyarakat mengakses air bersih. Air merupakan komponen vital dalam kehidupan manusia sehingga apapun akan dilakukan untuk mendapatkannya. Di negara ini, hampir 100 juta orang belum mendapatkan pelayanan air minum yang layak. Buruknya akses untuk mendapatkan sumber-sumber air merupakan kendala terbesar dalam mengurangi kemiskinan. Bagaimana tidak, jika air sulit diperoleh, maka air akan menjadi barang berharga yang bernilai ekonomi. Artinya, untuk mendapatkannya masyarakat harus merogoh koceknya yang tidak tebal. Padahal, beban hidup sehari-hari sudah cukup mencekik. Belum lagi masyarakat harus mengorbankan tenaga dan waktunya untuk mengantri air bersih.
Miskin akses terhadap air bersih merupakan salah satu dari 3 aspek lingkaran setan kemiskinan yang saling terkait, yaitu : miskin penghasilan (poverty of money) , miskin akses (poverty of access), miskin kekuatan (poverty of power). Orang yang tidak memiliki cukup uang akan tersisih dalam kompetisi ekonomi yang kejam. Mereka tidak mampu membeli rumah yang layak sehingga menempati lokasi-lokasi marginal seperti di bantaran sungai atau tepi rel kereta api. Mereka mendirikan pemukiman kumuh di tempat tersebut karena tidak memiliki cukup uang membangun bangunan layak. Sebagian besar rumah yang dibangun tidak berijin alias ilegal. Akses terhadap air bersih, listrik, pembuangan sampah dll sangat minimal atau tidak ada. Sanitasi buruk. Kesehatan jiwa raga juga buruk. Mereka tidak cukup memiliki kekuatan untuk mengubah keadaan hidupnya.
Potret kemiskinan di Indonesia tercermin dari rendahnya Indeks Pembangunan Manusia Indonesia atau Human Development Index (HDI). angka /Human Development Index/ (HDI) Indonesia tahun 2004 adalah 0,692. Dengan angka indeks tersebut, Indonesia berada di urutan ke-111 dari 177 negara di dunia. Kemiskinan yang perlu segera dihilangkan adalah kemiskinan absolut. Seseorang yang terbelit kemiskinan absolut adalah orang yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses segala kebutuhan pokok hidupnya.
Menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk segera menghapus kemiskinan dari negeri yang gemah ripah loh jinawi ini. Sebuah tanggung jawab yang harus dilakukan konsisten dan berkelanjutan. Namun, benarkah pemerintah telah sepenuhnya melaksanakannya? Atau justru malah menggunakan isu kemiskinan untuk kepentingan politik atau golongannya sendiri? Beberapa bulan lalu sempat ramai diperdebatkan mengenai data statistik kemiskinan dalam pidato presiden. Satu pihak mengklaim –berdasar statistik- telah berhasil mengurangi angka kemiskinan, namun pihak lain meragukan data yang dipakai. Mereka tidak ingat bahwa data di Indonesia sesungguhnya dapat dibuat sesuai pesanan. Terlepas dari perdebatan tentang statistik kemiskinan ini, pokok masalahnya justru terabaikan. Di lapangan tentunya sangat mudah menjumpai : pengemis, gelandangan, orgil, pemukiman kumuh, busung lapar, anak-anak tak bersekolah dll. Ini kan potret nyata bahwa kemiskinan masih bercokol? Daripada berdebat tentang angka-angka, mengapa tidak menyusun program pengentasan kemiskinan yang terpadu dan berkelanjutan?
Akhirnya, mari kita sadari bahwa, adalah hak rakyat untuk terbebas dari kemiskinan dengan memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan, memperoleh akses atas kebutuhan hidup (sandang, pangan, dan papan) yang terjangkau dan mendapatkan akses atas kebutuhan sanitasi kesehatan. Rakyat telah memberikan amanat kepada pemimpinnya (baca : pemerintah) untuk menjamin hak tersebut terpenuhi.
Didik Triwibowo
Geologist, Staf Distamben Prov Kalsel
Email : d12k3w@yahoo.com

No comments: