Wednesday, July 15, 2009

MEMBANGUN INDUSTRI PERTAMBANGAN KREATIF KALSEL

Jika kita berbicara pertambangan Kalsel, maka kita selalu merujuk pada pertambangan batubara, padahal industri pertambangan batubara sedikit (jika tidak ingin dikatakan tidak ada) unsur kreatifnya. Proses penambangan batubara adalah proses kegiatan penggalian biasa, hanya saja karena skala penggalian yang luas maka perlu manusia, teknologi, finansial, dan manajemen yang kompleks. Nilai tambah produk seperti nilai kalori, kadar sulfur dan ash, kandungan air, hampir seluruhnya ditentukan oleh kreasi alamiahnya, bukan karena campur tangan manusia. Unsur kreatif industri batubara sampai saat ini adalah terbatas mencampur batubara (blending) kualitas berbeda untuk mendapatkan produk batubara dengan spesifikasi tertentu. Ada juga proses meng-up grade batubara muda (low rank coal) agar menjadi lebih baik kualitasnya dan dapat diterima pasar. Karena semua bergantung belas kasih alam, manakala yang diberikan alam yaitu cadangan batubara ini habis semua, maka tamatlah industri tambang batubara ini. Sebaliknya, industri pertambangan kreatif yang mengutamakan proses kreatif manusia, selama manusia ada dan mau, maka produk industri ini akan selalu hadir, dengan ciri produk yang selalu berkembang dan berubah dengan dinamis.
Yang dimaksud dengan pertambangan kreatif di sini adalah usaha pertambangan yang mengutamakan peran kreatif manusia untuk menghasilkan produk pertambangan. Di Kalsel, banyak potensi dan peluang untuk membangun industri pertambangan kreatif dimana salah satunya adalah kerajinan permata dan batu mulia (gemstone). Industri ini sebenarnya telah tumbuh dan bahkan sebuah kota di Kab Banjar, Martapura, telah menjadi ikon permata dan batumulia di Kalsel, dan bahkan dikenal secara naional dan internasional. Pertanyaannya, sejauh mana dan seserius apa pemprov dan pemkab/pemkot menggarap sektor pertambangan kreatif ini? Apakah sektor ini hanya dipandang sebelah mata? Mengapa “kreatif” jauh lebih penting ketimbang bahan baku?

KREATIF VS BAHAN BAKU
Ada sudut pandang dari banyak orang yang kurang tepat dimana memandang bahan baku yang berkualitas adalah segala-galanya dan menafikan kreatifitas. Beberapa waktu lalu, saya diminta mendampingi seorang wisatawan Spanyol yang juga pedagang perhiasan kawasan Eropa untuk bertemu dengan pemilik toko permata, Zamrud Plaza, di Martapura. Dia menginginkan kerjasama penjualan produk-produk perhiasan (jewelries) dan intan (diamond) dari Martapura untuk dipasarkan ke seluruh dunia. Ketika saya tanya apakah produk-produk yang dipajang di toko Zamrud Plaza memiliki nilai jual yang tinggi di pasar Eropa, dia dengan semangat mengatakan iya, sangat potensial. Akhirnya terjadilah kesepakatan kerjasama pemasaran perhiasan produk Zamrud Plaza di pasar internasional.
Hal yang menarik adalah, masih terbersit keraguan dari pengusaha kita di Martapura akan kualitas produk perhiasan asal martapura selain intan/permata dari Cempaka. Pengusaha tadi menerangkan kepada saya mengapa dirinya tidak PeDe menawarkan produk-produk perhiasan batu mulia dan hanya fokus pada penjualan intan/permata. Alasannya adalah tidak semua produk perhiasan menggunakan bahan mentah batu mulia asli Kalsel, bahkan ada yang impor, jadi menurutnya tidak layak disebut sebagai kerajinan perhiasan khas Martapura. Saya meresponnya dengan memberikan analogi fakta yang terjadi saat ini yaitu adanya produk-produk coklat berkualitas dari Swiss. Di Swiss tidak ada kebun coklat, semua coklat diimpor dari negara lain, dan mungkin sedikit yang tahu bahwa coklat-coklat kita dari Sulawesi diekspor ke sana. Namun, jika orang berbicara coklat maka yang disebut adalah Swiss dan bukan Sulawesinya sebagai pemasok bahan baku coklat! Dengan demikian, tidak perlu terlalu pusing darimana asal bahan baku, yang jelas adalah proses kreatif pengolahan yang akan menentukan nilai akhir produk perhiasan. Artinya, bahan baku batu mulia dari manapun, jika pengrajin di Martapura mampu memberikan polesan kreatif, maka produk akhirnya bisa diberi label “made in Martapura” atau “product of Martapura”.

PERAN PEMDA
Seperti yang terjadi di level nasional, pemda-pemda kita di Kalsel masih menggantungkan pergerakan ekonomi dari sektor-sektor ekstraktif dan eksploitatif (pertambangan, kehutanan pertanian, perkebunan) yang terbatas menghasilkan bahan baku dan jarang melirik sektor-sektor ekonomi kreatif seperti wirausaha kecil dan menengah yang memiliki berbagai macam variasi produk: kerajinan, makanan olahan, perhiasan dll. Dalam jangka pendek ekonomi ekstraktif memang menguntungkan namun rapuh dalam jangka panjang setelah daya dukung lingkungannya berkurang atau bahan tambangnya habis. Industri pertambangan kreatif tidak akan mati meskipun bahan baku tambang di daerah ini habis, karena bahan baku ini bisa didapatkan dari daerah lain. Artinya, kesinambungan (sustainability) dari industri ini akan berlangsung terus-menerus.
Pemda, baik pemprov dan pemkab harus terus menerus mencari terobosan untuk membina dan mengembangkan industri pertambangan kreatif ini. Saat ini Kalsel telah memiliki modal penting yaitu brand dan positioning yang bagus yaitu Martapura dan tambang intan di Cempaka, Banjarbaru. Dalam hal ini pemprov Kalsel, Pemkab Banjar, dan Pemko Banjarbaru tinggal mengembangkan ke skala internasional. Bahan tambang semacam serpentinit (batuan beku basa berwarna hijau) yang banyak ditemukan di kawasan Awang Bangkal, Kab Banjar selama ini hanya dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi, padahal dengan proses kreatif sederhana batuan ini dapat dipoles menjadi produk seni bernilai seni tinggi dan tentunya nilai ekonomisnya juga tinggi, seperti asbak, plakat, aneka gelang dan kalung dst. Keberadaan badan/balai penggosokan intan Martapura tentu sangat positif dalam mengembangkan “sentuhan kreatif” bahan mentah permata. Keberadaan lembaga ini juga harus diimbangi dengan imbauan untuk tidak memperjual belikan intan/permata mentah. Saat ini jual beli intan dilakukan secara konvensional dan tidak didasarkan pada klasifikasi/sertifikasi standar tentang spesifikasi intan yang diperdagangkan (karat, kecerahan dll). Tentu hal ini tidak kondusif dalam perdagangan intan permata internasional.
Pemprov dan pemkab/pemkot dapat juga menggelar pameran-pameran batu mulia yang mungkin dipadu dengan festival budaya/keagamaan sehingga tidak hanya produk perhiasan batu mulia Martapura semakin dikenal luas namun potensi wisata Kalsel dapat terus berkembang. Pihak swasta seperti agen perjalanan dan perhotelan tentu dapat berperan aktif dalam usaha ini. Festival kreatif catwalk jalanan seperti yang menjadi agenda tahunan di Jember, Jatim dapat dijadikan referensi bentuk kemasan agenda wisata apa yang dapat dibuat.
Proses kreatif manusia adalah proses yang tidak akan pernah usai. Proses ini tidak hanya sebatas menghasilkan produk-produk material, namun sekaligus juga dapat memperkaya khasanah budaya lokal. Tata nilai dapat juga tumbuh berkembang dengan baik. Akhirnya, mari kita lihat apakah pemerintah kita terketuk untuk menggerakkan sektor pertambangan kreatif ini atau hanya sekedar mewarisi dan mewariskan ekonomi ekstraktif seperti sekarang ini yang terbukti tidak memberi manfaat luas kepada masyarakat dan di berbagai aspek menyimpan banyak mudharat tersembunyi

No comments: